©WebNovelPlus
The Shattered Light-Chapter 25: – Senja di Balik Bayang-Bayang
Chapter 25 - – Senja di Balik Bayang-Bayang
Matahari mulai merunduk di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga yang perlahan berubah kelam. Langkah kaki Kaelen dan kelompoknya semakin lambat. Mereka telah berjalan sepanjang hari, menjauh dari lokasi pertempuran sebelumnya. Namun, bayang-bayang ketakutan masih mengikuti di setiap derap langkah.
Varrok berhenti di sebuah dataran kecil di pinggir jurang. Pepohonan di sekeliling mulai jarang, memperlihatkan hamparan lembah yang terbentang luas di bawah mereka. Udara mulai terasa dingin, angin bertiup membawa bisikan lembut yang mengingatkan mereka akan kerapuhan hidup.
"Kita akan bermalam di sini," kata Varrok. Suaranya tegas, namun ada kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Garis-garis di wajahnya semakin jelas, menunjukkan beban yang ia pikul selama ini.
Darek dan Aria segera mulai mengumpulkan kayu untuk perapian. Serina memeriksa sekitar dengan busur siap di tangan, sedangkan Lyra membantu mengatur perlengkapan. Kaelen berdiri di tepi jurang, menatap ke kejauhan. Ia bisa melihat asap tipis dari desa yang jauh, mungkin sisa-sisa kampung yang dibakar Ordo Cahaya. Kepulan asap itu seolah menjadi pengingat akan luka lama yang belum sembuh.
"Kaelen," panggil Lyra pelan.
Ia menoleh. Lyra membawa sepotong roti dan air. "Makanlah. Kau butuh tenaga."
Kaelen mengambilnya dengan anggukan singkat. Mereka duduk bersama di dekat perapian yang mulai menyala. Api kecil itu seolah menjadi pelindung dari kegelapan yang perlahan menyelimuti hutan.
Varrok duduk di sebelah Kaelen. "Aku tahu pikiranmu tak tenang. Tapi ingat, kita butuh kepalamu tetap jernih. Jangan biarkan rasa bersalah atau amarah menguasaimu."
Kaelen menatap bara api. "Aku tahu. Tapi terkadang... aku merasa itu satu-satunya yang membuatku tetap berdiri."
Serina bergabung, duduk di seberang mereka. "Kita semua punya alasan untuk berdiri di sini. Tapi jika kita hanya hidup untuk membalas dendam... apa yang tersisa untuk kita nanti?"
Hening sejenak. Hanya suara kayu yang berderak terbakar.
Darek mencoba mencairkan suasana. "Setelah semua ini selesai... aku ingin kembali ke desaku. Membuka bengkel besi kecil. Mungkin membuat pedang, tapi untuk perlindungan, bukan untuk membunuh."
The source of this c𝐨ntent is freёnovelkiss.com.
Aria tersenyum tipis. "Aku ingin punya ladang kecil... dan keluarga. Aku ingin anak-anakku bermain bebas tanpa rasa takut."
Lyra menunduk, suaranya lirih. "Aku hanya ingin... hidup tenang. Tanpa ketakutan. Membangun kembali rumah yang hancur, mungkin di tepi sungai. Dengan seseorang yang kucintai."
Kaelen mendengar semua itu. Di balik kelelahan dan luka, harapan kecil masih ada di hati mereka. Ia menyadari, mereka berjuang bukan hanya untuk mengalahkan Ordo Cahaya, tapi untuk kehidupan setelah itu. Kehidupan yang sederhana, jauh dari peperangan.
Serina menambahkan, suaranya agak bergetar. "Aku... ingin kembali ke ladang keluargaku. Menanam gandum lagi... dan mungkin melihat senyum adikku meskipun hanya dalam mimpi."
Kaelen merasa dadanya sesak. Ia melihat mereka semua sebagai lebih dari sekadar pejuang. Mereka adalah manusia dengan harapan, impian, dan kehilangan yang mereka pikul.
Malam semakin larut. Satu per satu mereka berbaring, mencoba mencuri istirahat di tengah ketidakpastian.
Kaelen tetap terjaga, berjaga di tepi perapian. Matanya menatap nyala api, tetapi pikirannya jauh. Ia tahu Eryon belum menyerah. Musuh itu mengintai, menunggu saat yang tepat.
Dan di dalam dirinya, suara itu masih berbisik.
"Aku bisa membuatmu lebih kuat... Lindungi mereka... dengan kekuatanku..."
Kaelen mengepalkan tangan. Ia tahu, hari itu akan datang—hari di mana ia harus memilih.
Di bawah langit penuh bintang, Kaelen berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan melawan. Bukan hanya musuh di luar sana, tapi juga kegelapan di dalam dirinya.
Apa pun yang terjadi, ia akan melindungi mereka.
Namun, malam itu, ia juga mulai sadar... jika hari itu tiba, mungkin perlindungan yang ia janjikan harus dibayar dengan kehilangan kenangan yang paling ia hargai.