The Shattered Light-Chapter 28: – Bayangan dan Cahaya

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 28 - – Bayangan dan Cahaya

Langit mulai menggelap saat Kaelen, Serina, dan Lyra melanjutkan perjalanan mereka. Peristiwa sebelumnya masih membekas di benak mereka. Kaelen berjalan di depan dengan langkah berat. Suara ibunya yang hilang menjadi lubang menganga di hatinya, tetapi ia menutupi rasa sakit itu dengan diam.

Serina sesekali melirik Kaelen, kekhawatiran terlihat jelas di matanya. Sementara itu, Lyra tampak ingin mengatakan sesuatu, namun ragu. Ada jarak yang terasa di antara mereka setelah insiden kekuatan gelap Kaelen.

Visit ƒree𝑤ebnσvel.com for the 𝑏est n𝘰vel reading experience.

"Kaelen..." Lyra akhirnya bersuara. "Aku... aku ingin berterima kasih. Kau telah menyelamatkan kami."

Kaelen menghentikan langkahnya, menoleh. Rahangnya mengeras, berusaha menutupi gejolak dalam dadanya. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan," ucapnya, namun dalam hatinya ia mempertanyakan itu. Apakah benar ia hanya melakukan yang harus dilakukan, atau perlahan-lahan ia mulai bergantung pada kekuatan yang merenggut ingatannya? Apakah setiap penyelamatan yang ia lakukan sepadan dengan potongan jiwanya yang hilang?

Serina menimpali, suaranya lebih tajam. "Tapi bagaimana caramu melakukannya? Itu bukan... kekuatan biasa."

Kaelen menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Kekuatan itu... muncul sendiri saat aku terdesak. Tapi aku tahu ada harga yang harus kubayar setiap kali aku menggunakannya."

Serina mengepalkan tangannya. "Harga apa?"

Kaelen terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata pelan, "Aku kehilangan sebagian kenangan tentang ibuku."

Hening. Lyra menutup mulutnya dengan tangan, sementara Serina menatap Kaelen dengan mata terbelalak.

"Kau... kehilangan kenangan orang yang kau cintai karena kekuatan itu?" tanya Serina, suaranya bergetar.

Kaelen mengangguk. "Setiap kali aku menggunakannya... aku kehilangan sedikit demi sedikit. Aku takut suatu hari aku akan melupakan semuanya. Varrok, kalian... semua orang. Bahkan sekarang... aku berusaha mengingat suara ibuku, tetapi yang muncul hanya samar-samar. Dulu, aku bisa mendengar nyanyiannya dengan jelas setiap pagi... kini itu seperti dengung jauh yang hampir hilang."

Lyra mendekat, meletakkan tangan di lengan Kaelen. "Kami tidak akan membiarkan itu terjadi. Kau tidak sendirian."

Serina mengangguk, meski dalam hatinya ada perasaan lain yang bercampur aduk. Kekhawatiran, rasa kehilangan, dan juga cemburu melihat kedekatan Kaelen dan Lyra.

Perjalanan mereka berlanjut. Mereka bergerak menuju titik pertemuan dengan Varrok dan yang lain, tetapi Kaelen terus merasa ada yang mengawasi. Setiap bayangan di antara pepohonan membuatnya waspada.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari kejauhan. Varrok muncul bersama Darek dan Aria. Wajah mereka penuh kewaspadaan.

"Kami dibuntuti," kata Varrok pelan. "Ordo Cahaya telah mengirim pemburu terbaik mereka. Kita harus bergerak cepat."

Kelompok itu bersatu kembali. Mereka bergerak melewati hutan yang semakin gelap, tetapi ancaman terasa semakin nyata.

Saat mereka melewati lembah sempit, Kaelen merasakan kehadiran yang berbeda. Dari kegelapan, sosok tinggi dengan armor hitam dan lambang Ordo Cahaya muncul. Mata tajamnya memancarkan wibawa sekaligus bahaya.

"Kaelen," ucap sosok itu dengan suara dalam dan dingin.

Semua terkejut. Varrok langsung mengangkat pedangnya, Serina menyiapkan busurnya, dan yang lain bersiap bertarung.

"Aku adalah Eryon, Komandan Ordo Cahaya. Aku telah mendengar tentangmu."

Kaelen merasakan darahnya berdesir. Nama itu... nama yang telah lama dibisikan oleh para pejuang kegelapan. Eryon bukan prajurit biasa, ia legenda hidup. Lawan yang ditakuti.

"Aku tidak ingin membunuhmu hari ini, Kaelen. Aku hanya ingin melihatmu dengan mata kepalaku sendiri. Kegelapan itu... aku bisa merasakannya. Kau berbeda."

Kaelen menggenggam pedangnya erat. "Aku tidak tertarik dengan permainanmu."

Eryon tersenyum tipis, matanya menyipit dengan sorot penuh percaya diri, bibirnya melengkung seperti seorang pemburu yang baru menemukan mangsanya. Nada bicaranya datar, tetapi ada ketegasan dingin yang menusuk. "Aku akan menunggumu. Kita akan bertemu lagi, di medan yang lebih pantas. Dan saat itu, kau akan menunjukkan padaku seberapa jauh kau bersedia mengorbankan jiwamu."

Dengan langkah tenang, Eryon berbalik dan menghilang dalam bayang-bayang malam.

Keheningan menyelimuti kelompok Kaelen. Napas mereka berat, bukan karena kelelahan, tetapi karena kesadaran bahwa musuh sejati kini telah memperhatikan mereka.

Kaelen menatap ke kegelapan tempat Eryon menghilang. Hatinya diliputi ketakutan dan amarah.

Pertempuran sesungguhnya baru saja dimulai.