The Shattered Light-Chapter 68: – Titik Balik

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 68 - – Titik Balik

Kaelen masih merasakan denyut kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya. Debu hitam dari sosok bermata merah yang baru saja dikalahkannya perlahan menghilang, tersapu oleh angin pekat yang berembus dari Jantung Kegelapan. Namun, meskipun ia menang, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak kunjung reda.

Lyra meraih lengannya, ekspresi cemas di wajahnya. "Kau baik-baik saja?"

Kaelen menarik napas dalam, mencoba mengendalikan gejolak dalam dirinya. "Aku... tidak tahu. Rasanya seperti sesuatu telah berubah."

Veylan mengamati Kaelen dengan tajam. "Kau berhasil melawannya, tapi ini bukan akhir. Ini baru awal dari perubahan yang akan kau hadapi."

Varrok menggeram, matanya tajam menyapu sekeliling. "Kita harus bergerak. Aku tidak percaya tempat ini akan membiarkan kita pergi dengan mudah."

Mereka melanjutkan perjalanan melewati lorong reruntuhan yang kini tampak lebih berubah dari sebelumnya. Dinding yang tadinya runtuh kini tampak tersusun kembali dengan cara yang aneh, dan bayangan yang sebelumnya hanya bergerak dalam kegelapan kini lebih nyata—menyatu dengan struktur batu yang terasa hidup. Kaelen bisa merasakan tatapan tak kasat mata mengawasi mereka dari setiap sudut.

Saat mereka berjalan lebih jauh, langkah mereka terhenti di hadapan sebuah pintu gerbang raksasa. Di tengahnya terdapat simbol berbentuk lingkaran dengan coretan yang tampak seperti nadi bercahaya merah gelap, berdenyut pelan seolah memiliki kesadaran sendiri.

"Ini... bukan sekadar pintu," gumam Lyra, matanya menyipit curiga.

Kaelen menatap Veylan. "Apa ini?"

Veylan mendekati gerbang, menyentuh permukaannya dengan hati-hati. "Ini adalah Segel Kegelapan. Gerbang yang menghalangi kita untuk keluar... atau mungkin sesuatu agar tidak bisa masuk."

"Dan bagaimana kita membukanya?" tanya Varrok, suaranya mengandung ketidaksabaran yang samar.

Veylan berbalik menatap Kaelen. "Kau."

Kaelen mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

Veylan menarik napas dalam. "Gerbang ini merespons energi dari mereka yang telah menghadapi ujian kegelapan dan menerimanya. Kaelen, kau yang harus membuka segel ini."

Kaelen menatap gerbang itu dengan perasaan campur aduk. Ia tahu apa artinya menerima kegelapan, ia tahu harganya. Setiap kali ia menggunakannya, ia kehilangan sesuatu yang berharga. Tapi ia juga tahu bahwa jika mereka tidak maju, mereka akan terjebak selamanya di dalam Jantung Kegelapan.

Kaelen menutup matanya dan membiarkan kekuatan itu merayapi tubuhnya. Ia mengangkat tangannya perlahan, menyentuh segel di gerbang dengan ujung jarinya. Seketika, rasa dingin yang luar biasa menyelimuti dirinya.

Gambaran-gambaran bermunculan dalam pikirannya—wajah orang-orang yang telah ia lupakan, suara-suara yang dahulu ia kenal tetapi kini hanya menjadi gema samar. Setiap ingatan yang memudar terasa seperti luka yang terus menganga.

Kemudian, ia melihatnya.

Serina.

This chapter is updat𝓮d by freēnovelkiss.com.

Ia berdiri di antara bayangan, tidak berbicara, hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada kesedihan di matanya, tetapi juga sesuatu yang lain—sebuah peringatan.

"Kaelen."

Suara itu bergema di dalam kepalanya.

"Kau masih bisa mundur."

Kaelen mengerjap, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ia ingin berbicara, ingin mengatakan sesuatu, tetapi Serina sudah menghilang, menyatu kembali dengan kegelapan.

Tiba-tiba, segel di gerbang mulai bersinar dengan cahaya merah pekat. Pintu batu itu bergemuruh sebelum akhirnya terbuka perlahan, memperlihatkan lorong panjang yang dipenuhi dengan cahaya biru berpendar. Udara di dalamnya terasa berbeda—lebih sunyi, lebih padat, seolah ada sesuatu yang menunggu di ujung sana.

Mereka telah membukanya.

Kaelen menurunkan tangannya, tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda dalam dirinya. Ia menatap Lyra dan Varrok yang masih melihatnya dengan waspada. Veylan tidak mengatakan apa-apa, tetapi matanya menyiratkan pemahaman yang dalam.

"Ayo," katanya dengan suara lebih tenang dari yang ia rasakan. "Kita tidak punya banyak waktu."

Saat mereka melangkah masuk ke dalam lorong, suara bisikan di sekeliling mereka semakin memudar, tetapi Kaelen tahu bahwa sesuatu sedang menunggu mereka di ujung jalan ini.

Dan kali ini, ia tidak yakin apakah ia siap menghadapinya.