The Shattered Light-Chapter 94: – Gerbang Malrik

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 94 - – Gerbang Malrik

Hembusan angin dingin menerpa wajah Kaelen saat ia menatap benteng yang menjulang di kejauhan. Benteng Malrik tampak seperti raksasa batu yang telah terlupakan oleh waktu, dikelilingi reruntuhan tembok yang ditumbuhi sulur-sulur hitam. Langit di atasnya gelap, dipenuhi awan pekat yang berputar dengan kilatan petir merah. Ada ketegangan yang menggantung di udara, seperti bisikan tak terdengar dari masa lalu yang masih mengintai.

"Kita hampir sampai," kata Serina, suaranya tegas, tetapi matanya menyiratkan kegelisahan yang ia sembunyikan.

Kaelen mengangguk, tangannya masih erat menggenggam gagang pedang. "Ada sesuatu yang menunggu kita di sana. Aku bisa merasakannya."

Pria bertudung yang berjalan di samping mereka menghela napas pelan. "Benteng ini bukan hanya tempat penyimpanan rahasia. Ia juga penjara bagi sesuatu yang telah lama tersegel."

Serina menoleh tajam. "Apa yang kau maksud?"

Pria itu tidak menjawab langsung. Ia berhenti di depan gerbang utama benteng, mengangkat satu tangan, dan menyentuh batu yang tertutup ukiran rune. Seketika, udara di sekitar mereka bergetar. Cahaya merah merayap dari dalam celah-celah batu, dan suara gemuruh terdengar di bawah kaki mereka.

Kaelen bersiap, matanya menyipit. "Jangan bilang segel ini akan terbuka dengan mudah."

Pria bertudung berbalik menatapnya, ekspresinya kosong. "Segelnya memang akan terbuka. Tetapi pertanyaannya, apakah kita siap menghadapi apa yang ada di dalamnya?"

Sebelum ada yang sempat menjawab, tanah di depan mereka merekah. Dari dalam retakan, tangan-tangan hitam dengan kuku tajam mencuat, mencengkeram permukaan batu. Makhluk-makhluk bayangan, dengan tubuh berlumur asap kelam dan mata merah menyala, mulai merangkak keluar dari celah kegelapan.

Serina langsung menghunus pedangnya. "Kurasa kita sudah mendapatkan jawabannya."

Kaelen tanpa ragu mengangkat pedangnya dan melangkah maju. "Kalau begitu, kita bertarung."

Makhluk-makhluk itu menggeram dengan suara mengerikan, lalu melompat ke arah mereka dengan kecepatan yang sulit ditangkap mata manusia.

Kaelen menghindar ke samping dan menebas punggung salah satu makhluk dalam satu gerakan cepat, membuatnya menjerit dan menguap menjadi kabut hitam. Tapi dua makhluk lain langsung menyerangnya dari kedua sisi.

Serina bertarung di sisi lain, pedangnya menari di udara, menebas dua makhluk yang mencoba mengitarinya. Napasnya berat, tetapi ia tetap bertarung dengan ketelitian seorang prajurit.

"Mereka terus bermunculan!" Serina berteriak, melompat menghindari cakar hitam yang hampir menebas bahunya.

Pria bertudung tetap berdiri di tengah, kedua tangannya terangkat. Bibirnya bergerak dalam mantra kuno, dan seketika, lingkaran cahaya muncul di tanah, memancarkan gelombang energi yang menghancurkan beberapa makhluk sekaligus.

Namun, sesuatu yang lain mulai bangkit.

Dari dalam celah yang lebih besar, sosok yang berbeda muncul. Tingginya dua kali lipat dari makhluk lainnya, tubuhnya tertutup armor hitam dengan retakan merah yang berdenyut seperti nadi. Ia mengangkat pedangnya yang berkilauan dengan api gelap dan menatap Kaelen dengan sorot mata yang terasa begitu familiar.

Kaelen merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu tentang makhluk ini yang membuatnya waspada, seolah ia pernah bertemu dengannya sebelumnya.

Makhluk itu berbicara, suaranya dalam dan bergema. "Kaelen Draven... akhirnya kau datang."

Serina menegang. "Dia mengenalmu?"

Visit fгee𝑤ebɳoveɭ.cøm for the best novel reading experi𝒆nce.

Kaelen mengangkat pedangnya, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Dan aku berniat mengenalnya lebih jauh."

Tanpa peringatan, makhluk itu mengayunkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang energi gelap yang melesat ke arah Kaelen. Ia melompat ke samping tepat waktu, tetapi energi itu menghantam tanah di belakangnya, menciptakan ledakan yang membuat reruntuhan beterbangan.

Pria bertudung berteriak, "Kaelen! Itu bukan lawan biasa! Dia adalah—"

Sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, makhluk itu telah menyerang lagi, memaksa Kaelen bertahan dengan segala yang ia miliki. Setiap tebasan mereka bertemu dalam percikan api gelap, kekuatan lawannya terasa sangat akrab.

Dan di saat itulah, ingatan lain mulai bangkit di benaknya.

Kilatan masa lalu menyerbu pikirannya—seorang pria muda dengan rambut perak, tawa yang bergema di medan latihan, suara pedang yang saling beradu dalam duel yang tak terhitung jumlahnya.

Kaelen tersentak. Ia membelalakkan matanya, menatap makhluk itu dengan keterkejutan yang mendalam.

"...Darius?"

Sosok itu terdiam sejenak sebelum mengangkat pedangnya lagi. "Kaelen... Kau telah melupakan segalanya. Tapi aku tidak."