The Shattered Light-Chapter 45: – Retakan Kepercayaan

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 45 - – Retakan Kepercayaan

Fajar menyingsing perlahan, menyibak kabut tebal yang menyelimuti pos sepanjang malam. Embun membasahi dedaunan dan rerumputan di sekitar pagar kayu yang mulai lapuk. Pos itu berdiri di tengah hutan lebat, batang-batang pohon menjulang tinggi mengurung mereka, menciptakan bayangan gelap meski cahaya pagi mulai menyelinap. Udara terasa dingin dan lembap, membawa aroma tanah basah dan sisa asap dari api unggun yang mulai padam.

Di atas menara pengawas, Torr dan Falen tampak lesu, kantung mata mereka menghitam setelah semalaman diliputi kecemasan. Mereka berbincang pelan, saling menguatkan.

"Aku yakin aku melihat sesuatu tadi malam... di balik pohon-pohon itu," gumam Torr, matanya menerawang ke arah barat.

Falen mengangguk kecil. "Aku juga merasa diikuti. Tapi saat aku periksa, hanya kabut. Mungkin pikiran kita mulai dipermainkan."

Kaelen keluar dari tendanya, menarik napas panjang. Udara pagi yang segar justru terasa ganjil, seakan menyimpan sesuatu yang mengintai. Ia melangkah menuju meja pertemuan di tengah pos, di mana Varrok, Rhal, Balrik, Serina, dan Lyra sudah berkumpul.

Beberapa prajurit di sekitar pos sibuk dengan tugas masing-masing. Ada yang menajamkan pedang, memperbaiki pagar kayu yang mulai goyah, dan memeriksa jebakan di tepi perkemahan. Obrolan mereka pelan, mencerminkan kecemasan yang tak terucap.

"Bagaimana penjagaan semalam?" tanya Kaelen, mencoba menutupi rasa kantuk dan kegelisahannya.

Rhal menghela napas. "Torr dan Falen melihat bayangan di barat pos. Kami sudah menyisir, tapi hasilnya nihil."

Varrok menyahut, sambil menyilangkan tangannya di dada. "Mereka sedang mencoba membuat kita ketakutan. Itu cara Eryon. Dia ingin kita panik dulu sebelum mereka benar-benar menyerang."

Kaelen mengetuk meja perlahan dengan jarinya. "Kita tidak boleh terjebak. Tapi... aku merasa ini lebih dari sekadar taktik. Aku mulai curiga ada yang membocorkan gerakan kita."

Ucapan itu membuat semua terdiam. Pandangan mereka saling bertaut, menciptakan hawa ketegangan.

Lyra berbicara pelan, suaranya ragu. "Maksudmu... ada pengkhianat?"

Kaelen menatap mereka satu per satu. "Setiap kali kita membuat rencana, mereka tahu. Terlalu sering. Ini bukan lagi kebetulan."

Balrik mengepalkan tangan. "Siapa? Kau curiga siapa?"

Kaelen menggeleng. "Aku tidak menuduh siapa pun. Aku hanya meminta kita lebih berhati-hati. Kita tak bisa lengah, bahkan terhadap orang yang kita percaya."

Serina terlihat gelisah. "Tapi Kaelen, kepercayaanlah yang membuat kita bisa bertahan sejauh ini. Jika kita mulai mencurigai satu sama lain... bukankah itu yang diinginkan Eryon?"

Kaelen menatap Serina, suaranya melemah. "Aku tahu... Tapi aku tak bisa menutup mata. Aku tidak ingin kehilangan siapa pun lagi."

Varrok mengangkat tangan, mencoba menenangkan suasana. "Kita akan tetap waspada. Tapi jangan biarkan kecurigaan membunuh kepercayaan kita. Jika ada pengkhianat, dia pasti akan menunjukkan dirinya. Dan saat itu terjadi, aku yang akan menghadapinya."

Rhal menambahkan. "Mulai sekarang, patroli dilakukan berpasangan. Semua laporan langsung padaku. Tidak ada yang bergerak sendiri. Kita jaga satu sama lain."

Kaelen mengangguk pelan. Meski sepakat, ia tahu benih kecurigaan telah ditanam.

Setelah pertemuan, Kaelen duduk di dekat pagar kayu yang lapuk. Pandangannya menerawang ke dalam hutan. Daun-daun bergoyang diterpa angin, namun baginya, setiap gerakan adalah ancaman.

Serina mendekat dan duduk di sampingnya. "Kaelen... benarkah kau yakin ada pengkhianat di antara kita?"

Kaelen menunduk, suaranya lirih. "Aku tidak tahu... Tapi aku tak bisa abaikan ini. Aku takut... takut kehilangan kalian."

Serina menggenggam tangan Kaelen, mencoba memberikan ketenangan. "Aku percaya padamu. Apa pun yang terjadi, aku tetap bersamamu."

Kaelen tersenyum kecil, tapi kegelisahan di dadanya tak surut.

Tak jauh dari sana, Lyra berdiri di dekat tumpukan persediaan. Matanya menatap Kaelen dan Serina. Rasa cemburu perlahan merayap dalam hatinya, bercampur dengan rasa takut akan perpecahan.

Di sudut pos, Garel, seorang prajurit muda yang selama ini jarang diperhatikan, mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah itu, ia bergegas pergi menuju hutan dengan langkah tergesa. Bayangannya lenyap di antara pepohonan.

Kaelen merasakan embusan angin dingin menyapu wajahnya. Ia merasakan firasat buruk. Kali ini, ancaman datang bukan hanya dari luar, tetapi mungkin juga dari dalam.

Suasana pos semakin sunyi. Hanya suara dedaunan yang bergesekan, seperti bisikan samar dari hutan yang tak pernah benar-benar diam.

The 𝘮ost uptodat𝑒 novels are pub𝙡ished on freeweɓnovēl.coɱ.