The Shattered Light-Chapter 73: – Ketika Kegelapan dan Cahaya Bertemu

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 73 - – Ketika Kegelapan dan Cahaya Bertemu

Cahaya dan kegelapan meledak bersamaan saat pedang Kaelen menebas altar, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan semua orang ke belakang. Kaelen merasakan tubuhnya melayang sesaat sebelum ia jatuh menghantam lantai keras. Telinganya berdenging, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang berkedip-kedip liar di sekitar mereka.

Saat ia bangkit dengan susah payah, ia melihat altar itu retak, mengeluarkan cahaya menyilaukan yang bergemuruh seperti badai. Udara di sekeliling mereka membeku, dan angin yang berputar menciptakan suara gemuruh yang bergema di aula. Dari tengah altar, sosok itu masih berdiri, tetapi kini lebih jelas. Ia memiliki dua wajah—satu sisi bercahaya keemasan, sisi lainnya diselimuti bayangan pekat.

"Kaelen Draven..." suara itu menggema, lebih tajam dari sebelumnya. "Kau telah mengambil keputusan. Namun, apakah kau memahami akibatnya?"

Updat𝓮d from freewēbnoveℓ.com.

Lyra merintih saat ia berdiri di dekat Kaelen, matanya masih berusaha fokus. "Apa yang terjadi?"

Veylan menatap altar yang semakin goyah. "Kita telah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tersegel."

Eryon mencengkeram pedangnya lebih erat. "Ini belum selesai."

Kaelen melangkah maju, menahan debaran kuat di dadanya. "Aku sudah siap menerima konsekuensi."

Sosok dua wajah itu tersenyum, tetapi bukan senyuman yang menenangkan. "Jika kau benar-benar siap, maka hadapilah ujian terakhir."

Tiba-tiba, bayangan dari sisi gelap sosok itu melesat cepat, membentuk sosok yang menyerupai Kaelen sendiri. Mata makhluk itu kosong, tetapi wajahnya adalah refleksi sempurna dari Kaelen—tanpa emosi, tanpa ragu, tanpa batasan.

"Ini adalah dirimu... tanpa ingatan. Tanpa beban," kata sosok itu.

Kaelen menatap bayangan dirinya dengan rahang mengatup. "Jika itu ujianmu, aku akan menghancurkannya."

Bayangan Kaelen melangkah maju, pedang hitam terbentuk di tangannya dari pusaran kegelapan di sekelilingnya. Tanpa peringatan, ia menyerang.

Pertarungan Kaelen vs. Dirinya Sendiri

Kaelen menangkis serangan pertama dengan cepat, tetapi dampaknya menggetarkan seluruh lengannya. Makhluk itu lebih cepat, lebih kuat, dan tidak menunjukkan emosi sedikit pun.

Pedang mereka saling beradu dalam percikan energi. Kaelen melancarkan tebasan dari samping, tetapi bayangan itu menghilang dan muncul di belakangnya, mengayunkan pedangnya tanpa suara. Kaelen hanya nyaris menghindar, merasakan udara dingin menyayat kulitnya. Setiap kali mereka bertukar serangan, lantai di bawah mereka mulai retak, simbol-simbol di dinding bergetar seiring intensitas pertarungan.

"Dia tidak seperti lawan biasa!" seru Varrok, bersiap membantu.

Veylan mengangkat tangan. "Tidak! Ini adalah pertarungan Kaelen sendiri."

Lyra menggigit bibirnya, tetapi tetap mempersiapkan anak panah, berjaga jika sesuatu terjadi. Matanya penuh kekhawatiran, tetapi ia tahu Kaelen harus menghadapi ini sendirian.

Kaelen mengerang saat bayangannya menyerang tanpa henti, tidak memberinya waktu untuk berpikir. Namun, ia mulai menyadari sesuatu—makhluk itu meniru setiap gerakannya, seperti cermin.

'Aku tidak bisa mengalahkannya dengan kekuatan saja,' pikir Kaelen. 'Aku harus melakukan sesuatu yang tidak ia duga.'

Saat bayangan itu menyerang lagi, Kaelen berpura-pura menangkis, tetapi justru menjatuhkan pedangnya dengan sengaja. Bayangan itu ikut bereaksi, dan dalam sepersekian detik itulah Kaelen melancarkan serangan dari sudut lain—menggunakan kekuatan cahaya dan kegelapan sekaligus.

Serangan itu menembus tubuh bayangan tersebut. Untuk pertama kalinya, makhluk itu mengeluarkan suara—raungan yang mengguncang udara. Suaranya bukan hanya teriakan kesakitan, tetapi seperti suara Kaelen sendiri yang berteriak dari dalam kepalanya.

Sosok dua wajah itu mengangguk. "Kau mulai memahami."

Bayangan itu mulai pudar, tetapi sebelum lenyap, ia berbicara dengan suara yang sama seperti Kaelen.

"Tanpa aku... kau tidak akan lengkap."

Kaelen menatap sosok itu dengan napas memburu. "Apa maksudmu?"

Bayangan itu tersenyum samar, lalu perlahan berubah menjadi pecahan-pecahan cahaya dan kegelapan, kembali ke altar yang kini berdenyut lemah. Ruangan terasa lebih sunyi dari sebelumnya, tetapi Kaelen tahu sesuatu dalam dirinya telah berubah.

Tiba-tiba, tanah mulai bergetar. Celah-celah terbuka di sekeliling altar, menyemburkan cahaya merah pekat. Langit-langit aula perlahan retak, menampakkan kehampaan yang tak berujung.

Lyra tersentak. "Kaelen, cepat! Ini semakin tidak stabil!"

Kaelen menatap altar itu sekali lagi, tahu bahwa apa pun yang terjadi setelah ini, dunia tidak akan pernah sama lagi. Ia menegakkan tubuhnya, mencengkeram pedangnya lebih erat, dan bersiap menghadapi apa yang akan datang.